HUMBIS.CO.ID – Direktur Eksekutif Charta Politika Yunarto Wijaya menilai, bergabungnya Indonesia dengan BRICS membuka peluang strategis, khususnya di sektor energi dan pangan.
Keanggotaan ini memungkinkan Indonesia menjalin kesepakatan bilateral yang menguntungkan dengan negara-negara anggota, seperti Rusia untuk energi dan India untuk pangan.
Rusia, sebagai pemasok energi besar, dapat membantu memenuhi kebutuhan energi nasional Indonesia. Sementara itu, kerja sama dengan India, importir beras besar, dapat menjamin pasokan pangan Indonesia.
“Dari sisi suplai energi, salah satunya Rusia sebagai penyuplai energi terbesar, dan kita ingin ada kesepakatan atas nama BRICS yang secara bilateral dapat meng-anak emaskan Indonesia. Saya melihatnya kalau sebatas itu, kita bisa lihat secara positif,” kata Yunarto dalam acara Permata Bank Wealth Wisdom 2024 di Jakarta, Senin (18/11/2024)
Menurut Yunarto Wijaya, langkah ini mencerminkan politik luar negeri Indonesia yang lebih aktif di panggung global, sejalan dengan prinsip bebas aktif yang lebih konkret.
“Beliau (Presiden Prabowo) tampaknya mendorong penerapan politik luar negeri bebas aktif dalam arti yang lebih aktif dan konkret, bukan sekadar posisi non-blok yang pasif atau tidak berbuat apa-apa,” jelasnya.
Namun, Yunarto juga mengingatkan keanggotaan di BRICS juga berisiko. Mengambil posisi politik yang terlalu tegas dapat menjerat Indonesia dalam dinamika konflik antar kekuatan global. Oleh karena itu, penting bagi Indonesia untuk menjaga keseimbangan dalam politik luar negerinya.
“Kalau konteks mengambil positioning tegas, again, secara politik, kekuatan politik lama menurut saya risikonya terlalu besar,” jelas Yunarto Wijaya.
Keberhasilan Indonesia dalam memanfaatkan peluang BRICS sambil meminimalisir risiko bergantung pada strategi diplomasi yang cermat dan bijaksana.
Hal ini menuntut kemampuan Indonesia untuk bernegosiasi dan menjalin hubungan yang kuat dengan semua anggota BRICS tanpa mengorbankan kepentingan nasional.
Suksesnya langkah ini akan membawa dampak positif bagi perekonomian dan ketahanan pangan Indonesia di masa depan. Ini merupakan langkah berani yang penuh harapan untuk masa depan Indonesia yang lebih sejahtera dan berdaulat.
Adapun keanggotaan Indonesia di BRICS dinilai sebagai langkah strategis yang dapat memberikan manfaat ekonomi jangka pendek, khususnya dalam sektor energi dan pangan. Namun, keberhasilan langkah ini bergantung pada bagaimana Indonesia mengelola posisi politiknya secara hati-hati di tengah persaingan global.
Diketahui, Indonesia telah mengikuti Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) BRICS Plus pada 23–24 Oktober 2024. Dalam pertemuan tersebut, Indonesia melayangkan surat expression of interest yang menandai langkah resmi Indonesia untuk mendaftar keanggotaan BRICS.
BRICS merupakan organisasi kerja sama ekonomi yang terdiri atas lima anggota negara utama: Brasil, Rusia, India, China, dan Afrika Selatan. Sementara, ada lima negara tambahan lain yang resmi bergabung, yakni Arab Saudi, Ethiopia, Iran, Uni Emirat Arab, dan Mesir.
Menurut Menteri Luar Negeri Sugiono, langkah Indonesia menjadi anggota BRICS merupakan pengejawantahan politik luar negeri nasional yang berasaskan nilai bebas aktif. Indonesia memandang BRICS sebagai wahana yang tepat untuk memajukan kepentingan negara-negara Selatan Global (Global South). (akha)
