HUMBIS.CO.ID – Peneliti Pusat Makroekonomi dan Keuangan Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Riza Annisa Pujarama, menyampaikan bahwa program Makan Bergizi Gratis (MBG) memiliki tujuan utama untuk meningkatkan kesehatan gizi anak-anak.
Hal tersebut disampaikan dalam diskusi publik yang diadakan secara virtual, di Jakarta pada Rabu 29 Januari 2025. Riza Annisa Pujarama, menjelaskan bahwa manfaat dari program Makan Bergizi Gratis (MBG) Ini akan lebih terlihat dalam jangka panjang.
Dalam jangka pendek, salah satu dampak signifikan dari program MBG adalah peningkatan absensi siswa. Dengan lebih banyak waktu di sekolah, diharapkan siswa dapat memperoleh pembelajaran yang lebih banyak dan bermanfaat bagi masa depan mereka.
Namun, efek lebih besar dari program ini, seperti perbaikan gizi dan pengurangan stunting pada ibu hamil, hanya bisa dilihat dalam jangka panjang. Perubahan kebiasaan pola makan melalui program MBG memerlukan waktu untuk menghasilkan output yang signifikan.
Program MBG 2025 dimulai pada periode Januari-April dengan penerima manfaat sebanyak 3 juta orang dan 937 Satuan Pemenuhan Pelayanan Gizi (SPPG). Pada April-Agustus, jumlah penerima manfaat meningkat menjadi 6 juta orang dengan 2 ribu SPPG.
Sementara itu, pada Agustus-Desember, total penerima manfaat mencapai 15-17,5 juta orang dan 5 ribu SPPG. Meskipun program ini memiliki potensi besar, kebutuhan anggaran untuk program MBG cukup besar, terutama dengan kondisi Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) 2025 yang ketat.
Tantangan Keuangan, APBN 2025 membutuhkan pembiayaan yang sangat besar karena utang jatuh tempo dan bunga yang melonjak tinggi hingga mencapai Rp1.353,2 triliun.
Hal ini menjadi tantangan yang sangat berat, mengingat penerimaan perpajakan negara masih sangat terbatas dengan Produk Domestik Bruto (PDB) yang terus mengalami perlambatan. Dengan anggaran yang terbatas, pemerintah harus memprioritaskan kebutuhan lain sambil berusaha memenuhi target gizi anak-anak.
Setelah mengalami berbagai perubahan biaya paket makan per orang, katanya lagi, kebutuhan anggaran program MBG pada APBN 2025 disepakati sebesar Rp71 triliun yang berpotensi akan bertambah.
Jika dihitung sesuai target jumlah penerima manfaat sebesar 82,9 juta jiwa, maka kebutuhan dana program MBG sebesar Rp215,54 triliun. Angka ini belum termasuk biaya operasional dan lainnya.
“Angka ini sekitar Rp215 triliun ini tentu sangat besar untuk APBN, karena di APBN 2025 itu angkanya lebih besar dari belanja modal yang hanya Rp190 triliun. Kemudian juga lebih besar dari belanja bantuan sosial yang dikeluarkan oleh pemerintah pusat,” kata Annisa.
Dengan kebutuhan anggaran sebesar itu, kata dia lagi, tambahan pendanaan untuk program ini dapat dilakukan dengan memanfaatkan porsi belanja lainnya yang cukup besar di APBN 2025, yakni 21,46 persen.
Pemerintah disebut telah merencanakan belanja lainnya, antara lain digunakan untuk bantuan kemasyarakatan Presiden dan Wakil Presiden, belanja operasional lembaga yang belum mempunyai bagian anggaran sendiri, antisipasi risiko fiskal, dukungan ketahanan pangan, hingga pembayaran kewajiban pemerintah.
“Jadi sebenarnya anggaran dari MBG dan tambahan anggaran yang diajukan oleh kementerian mungkin bisa dari sini, tapi mungkin hanya sedikit yang bisa diberikan untuk program-program itu,” ujarnya.
Beberapa saran lain untuk penganggaran pembiayaan program MBG adalah menggandeng kolaborasi pihak swasta dan lembaga filantropi agar beban APBN tak begitu berat, melakukan kolaborasi dengan kegiatan eksisting dengan output yang searah untuk menurunkan stunting serta meningkatkan kesehatan dan pendidikan.
“Perlu ada kolaborasi antarkementerian dan lembaga karena masing-masing kementerian, seperti misalnya Kementerian Kesehatan, itu kan ada program untuk pemberian nutrisi pada balita, untuk ibu hamil, hal-hal seperti itu sebenarnya bisa dikolaborasikan,” ujarnya.
“Atau misalnya bantuan-bantuan sosial lain yang diperuntukkan hal yang sama, misalnya bantuan pangan untuk pendidikan, supaya anaknya bisa makan, ada PKH dan segala macam. Jadi, perlu ada dirunut lagi program-programnya dan apa yang bisa dielaborasikan untuk menambah pembiayaan dari MBG ini,” sambung Annisa.
Program MBG memiliki potensi besar untuk meningkatkan kesehatan gizi anak-anak dalam jangka panjang. Meskipun ada tantangan keuangan yang signifikan, upaya ini tetap perlu dilanjutkan untuk memberikan nutrisi yang baik bagi anak-anak Indonesia.
Dengan dukungan yang tepat dan pengelolaan yang efektif, program ini dapat memberikan dampak positif bagi generasi muda kita. (Akha)
