HUMBIS.CO.ID – Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan (Ditjen Pajak Kemenkeu) menyatakan akan segera menindaklanjuti temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terkait indikasi kekurangan penerimaan pajak mencapai Rp5,82 triliun.
Hal ini disampaikan oleh Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Ditjen Pajak, Dwi Astuti, yang menyatakan bahwa lembaga akan melaksanakan rekomendasi BPK untuk menyempurnakan sistem informasi dan proses validasi.
“DJP sedang menindaklanjuti data hasil temuan tersebut. sesuai rekomendasi BPK untuk menyempurnakan sistem informasi dan proses validasi sesuai ketentuan yang berlaku,” ujar Dwi kepada wartawan, Senin (28/10/2024).
Temuan BPK tersebut tercantum dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) tahun 2023. BPK menemukan indikasi kekurangan penerimaan pajak akibat transaksi penerimaan pajak yang tidak ditemukan.
Atau terindikasi memiliki nilai berbeda dengan Surat Pemberitahuan (SPT), Pajak Penghasilan (PPh) dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang terindikasi kurang disetor. Selain itu, potensi sanksi administrasi juga belum dikenakan.
“Akibatnya, terdapat potensi dan/atau indikasi kekurangan penerimaan pajak sebesar Rp5,82 triliun dan sanksi administrasi sebesar Rp341,8 miliar,” tulis BPK dalam laporan terbarunya, dikutip Kamis (24/10/2024) lalu.
Atas temuan tersebut, BPK merekomendasikan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati untuk mengevaluasi dan menyempurnakan sistem informasi perpajakan agar tercipta keterhubungan antara subsistem dan menghasilkan data yang valid.
Temuan itu mengakibatkan Laporan Kinerja Pemerintah Pusat (LKjPP) dan LKPP belum dapat dimanfaatkan sebagai bahan evaluasi. Padahal, kedua laporan tersebut menjadi alat evaluasi dalam rangka perbaikan dan peningkatan akuntabilitas Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) secara menyeluruh.
Dengan demikian, BPK merekomendasikan Sri Mulyani untuk berkoordinasi dengan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas dan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB).
Koordinasi yang dimaksud dilakukan untuk mengintegrasikan sistem akuntabilitas kinerja dengan sistem perencanaan, penganggaran, pelaksanaan dan pertanggungjawaban anggaran.
“Menyempurnakan kerangka regulasi dalam rangka menyelaraskan periode waktu penyusunan LKjPP, evaluasi Rencana Kerja Pemerintah (RKP), dan penyampaian LKPP kepada BPK untuk diperiksa,” tegas BPK.
Langkah Ditjen Pajak untuk menindaklanjuti temuan BPK ini menunjukkan komitmen lembaga untuk meningkatkan efektivitas dan transparansi dalam pengelolaan penerimaan pajak. Dengan menyempurnakan sistem informasi dan proses validasi, diharapkan dapat meminimalisir potensi kekurangan penerimaan pajak di masa mendatang.
Temuan BPK ini menjadi pengingat penting bagi Ditjen Pajak untuk terus meningkatkan kualitas pengelolaan penerimaan pajak. Sistem informasi yang handal dan proses validasi yang ketat merupakan kunci untuk memastikan keakuratan data dan mencegah potensi kekurangan penerimaan pajak. (akha)
